Saat ini, terdapat lebih dari 8.000 satelit Starlink di langit dan jumlah itu terus bertambah. Satelit-satelit tersebut merupakan produk dari perusahaan transportasi luar angkasa SpaceX. Selain itu, semakin banyak perusahaan dan negara lain yang juga menyebarkan satelit, menambah jumlah satelit di orbit Bumi. Banyak di antaranya berada di orbit rendah Bumi, yang membentang hingga ketinggian 2.000 km di atas planet kita. Seperti Starlink, umur satelit orbit rendah Bumi, hanya sekitar 5 hingga 7 tahun.
Tak hanya SpaceX, perusahaan seperti Amazon dengan proyek Kuiper hingga China juga menambah kepadatan orbit rendah Bumi. McDowell memproyeksikan dengan siklus penggantian lima tahun, jumlah satelit LEO bisa mencapai 30.000 unit lebih dalam waktu dekat. Artinya, bukan mustahil terjadi hingga lima reentry satelit per hari di masa depan.
Dampak Jatuhnya Satelit
Pada 2023, Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) merilis sebuah penelitian ilmiah tentang stratosfer Bumi. Stratosfer merupakan lapisan atmosfer yang berada lebih dari 11 km di atas permukaan Bumi, tempat pesawat jet terbang dan lapisan ozon berada. NOAA menyatakan bahwa stratosfer mengandung partikel dalam jumlah tak terduga dengan beragam logam eksotis. Para ilmuwan yakin partikel-partikel tersebut berasal dari satelit dan pendorong roket bekas yang menguap akibat panas intens saat memasuki atmosfer.
Lebih dari sekadar tontonan, reentry satelit tinggalkan jejak berbahaya. Penelitian NOAA 2023 ungkap, stratosfer-lapisan 11 km di atas permukaan, rumah ozon dan pesawat jet-penuh partikel logam eksotis dari satelit dan roket bekas.
Sekitar 10% partikel asam sulfat di sana mengandung aluminium, niobium, hafnium, tembaga, litium-jauh melebihi debu kosmik alami. Partikel ini bisa serap sinar Matahari, picu reaksi kimia rusak ozon, dan ubah kimia atmosfer secara tak terduga.
“Industri antarikasa jadi penyebabnya,” tegas peneliti NOAA. Dengan rencana ribuan peluncuran lagi, dampak ini bisa permanen-sebuah harga tersembunyi dari koneksi internet global.
Ancaman Sindrom Kessler
Meningkatnya jumlah objek di orbit rendah Bumi memperbesar ancaman terjadinya sindrom Kessler—yaitu rangkaian tabrakan antar satelit dan benda ruang angkasa yang memicu ribuan serpihan baru. Satu insiden saja bisa menimbulkan efek berantai yang membahayakan satelit aktif maupun stasiun luar angkasa.
Para peneliti, termasuk McDowell, menekankan pentingnya aturan ketat agar negara dan perusahaan bertanggung jawab terhadap satelit yang tidak lagi berfungsi. Tanpa regulasi yang jelas, ruang angkasa di sekitar Bumi dapat berubah menjadi “kuburan orbit” yang penuh risiko bagi teknologi dan keselamatan manusia.
Perbedaan Meteor dengan Sampah Antriksa
Fenomena cahaya yang melintas di langit malam dan kerap ramai di media sosial tidak selalu berasal dari meteor alami. Menurut McDowell, cara termudah membedakannya adalah:
“Meteor yang datang dari orbit Matahari, bahkan yang berupa bola api besar, biasanya hanya muncul beberapa detik lalu hilang begitu saja. Sebaliknya, puing antariksa melaju lebih pelan, mirip pesawat di ketinggian, dan dapat terlihat selama beberapa menit,” jelasnya.
Artinya, jika terlihat cahaya bergerak lambat di langit malam, kemungkinan besar itu bukan meteorit dari luar angkasa jauh, melainkan sisa benda buatan manusia yang masih berada di orbit Bu
Referensi detik.com , Bisnis.com
Baca Artikel Lainnya Klik Disini