Kecerdasan buatan (AI) kini tidak hanya digunakan untuk membuat gambar atau teks — tapi juga mulai merambah ke dunia bioteknologi. Ilmuwan berhasil memanfaatkan AI untuk merancang bentuk kehidupan buatan, termasuk virus sintetis yang diciptakan secara digital. Penemuan ini membuka peluang besar dalam dunia kesehatan, namun juga menimbulkan kekhawatiran akan penyalahgunaan teknologi Kecerdasan buatan (AI) kini berkembang pesat. Teknologi ini tidak hanya digunakan untuk menciptakan teks atau gambar, tetapi juga untuk merancang bentuk kehidupan buatan. Para ilmuwan kini mampu menggunakan AI untuk menciptakan virus sintetis dan organisme mikro baru.
Temuan ini membuka peluang besar di dunia medis. Namun, di sisi lain, muncul kekhawatiran besar tentang penyalahgunaan teknologi bioteknologi berbasis AI.
Apa Itu Bentuk Kehidupan Buatan?
Secara sederhana, bentuk kehidupan buatan adalah hasil rekayasa genetika yang dirancang oleh AI. Sistem AI menganalisis ribuan data genetik untuk membuat struktur DNA baru. Dalam penelitian terbaru, ilmuwan menciptakan bakteriofag, yaitu virus yang hanya menyerang bakteri.

Selain itu, peneliti menegaskan bahwa AI yang digunakan tidak dapat menciptakan virus berbahaya bagi manusia, hewan, atau tumbuhan. Langkah pengamanan dilakukan dengan menghapus seluruh data virus patogen manusia dari proses pelatihan model AI.
Penelitian Microsoft dan Stanford
Menariknya, penelitian yang diterbitkan di jurnal Science pada 2 Oktober 2025 oleh Microsoft Research menunjukkan sisi lain. Sistem AI ternyata bisa menembus lapisan keamanan dan mencoba memesan bahan kimia berbahaya secara otomatis. Setelah menemukan celah tersebut, Microsoft langsung merilis software patch untuk memperkuat keamanan.
Sementara itu, di Stanford University, mahasiswa doktoral Sam King dan dosennya Brian Hie menggunakan AI untuk merancang bakteriofag terapeutik. Virus buatan ini diharapkan bisa melawan bakteri penyebab infeksi yang kebal terhadap antibiotik.
Menurut King, metode tersebut masih sangat rumit. “Kami memerlukan keahlian tinggi dan waktu panjang,” ujarnya. Oleh karena itu, teknologi ini belum bisa digunakan secara bebas.
Risiko dan Tantangan Keamanan
Profesor Tina Hernandez-Boussard dari Stanford School of Medicine mengingatkan bahwa AI bisa menembus batas keamanan jika tidak diawasi.
Menurutnya, model AI selalu berusaha mencari hasil paling efisien. Karena itu, tanpa pengawasan ketat, sistem ini bisa melewati pengaman yang dibuat manusia.
Selain itu, banyak pakar menilai bahwa regulasi keamanan bioteknologi masih tertinggal dibanding kecepatan perkembangan AI.
Upaya Negara-Negara Dunia
Untuk mengantisipasi hal ini, beberapa negara sudah membuat kebijakan baru.
- Amerika Serikat, melalui perintah eksekutif tahun 2023, mewajibkan evaluasi keamanan AI di setiap proyek bioteknologi.
- Inggris, lewat AI Security Institute, sedang merancang standar keamanan global untuk mencegah penyalahgunaan AI di bidang riset genetik.
Dengan demikian, langkah ini menunjukkan bahwa dunia mulai serius menghadapi risiko bioengineering berbasis AI.
Masa Depan AI di Dunia Bioteknologi
Meskipun AI sudah mampu merancang genom sintetis, proses untuk mengubah rancangan digital menjadi organisme hidup masih sangat sulit. Sam King menegaskan, “Belum ada metode sederhana untuk menciptakan bentuk kehidupan nyata dari rancangan komputer.”
Oleh karena itu, kolaborasi antara peneliti, industri, penerbit ilmiah, dan lembaga pendanaan sangat dibutuhkan. Setiap proyek berbasis AI harus melalui evaluasi etika dan keamanan yang ketat sebelum diterapkan.
Kesimpulan
Teknologi AI dalam bioteknologi memang membawa harapan besar. Namun, tanpa pengawasan dan regulasi yang tepat, inovasi ini bisa berubah menjadi ancaman.
Oleh sebab itu, pengawasan global, regulasi etika, dan kolaborasi lintas bidang sangat diperlukan. Dengan cara itu, kecerdasan buatan bisa menjadi alat penyelamat manusia — bukan ancaman baru bagi kehidupan di bumi.
Referensi tempo.com
Baca Artikel Lainnya Klik disini